BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam proses pelaksanaan pendidikan dibutuhkan langkah-langkah yang diambil demi kelancaran proses pelaksanaan pendidikan tersebut. Langkah-langkah tersebut kita kenal dengan alat-alat pendidikan.Selain alat-alt pendidikan, kita juga membutuhkan pedoman kita untuk mengajar atau yang kita sebut dengan kurikulum, yang merupakan salah satu alat untuk mengantarkan siswa mencapai tujuan pendidikan.Dan semua itu akanlah lebih lengkap jika disertai dengan evaluasi.Berdasarkan pernyataan itu, maka di dalam makalah ini akan dibahas lebih detail tentang hakikat kurikulum, alat-alat pendidikan, dan evaluasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dan asal asul kurikulum?
2. Apa definisi dari kurikulum?
3. Bagaimana konsep kurikulum yang akan dibuat?
4. Apa dan bagaimana komponen kurikulum?
5. Apa dan bagaimana azas-azas kurikulum?
6. Bagaimanakah tentang organisasi kurikulum itu?
7. Apa saja dan bagaimana prinsip dan model pengembangan kurikulum?
8. Apa definisi dari evaluasi?
9. Bagaiman kedudukan evaluasi dalam pendidikan?
10. Apa yang menjadi syarat-syarat evaluasi?
11. Apa dan bagaimana evaluasi pembelajaran?
12. Apa dan bagaimana evaluasi hasil belajar?
13. Apa definisi dari alat pendidikan?
14. Apa saja jenis-jenis alat pendidikan?
1.3 Tujuan penyusunan Makalah
Penugasan ini dilakukan semata-mata demi untuk mempelajari dan menambah wawasan pada materi Filsafat Islam dan juga merupakan salah satu tugas mata kuliah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kurikulum
Penyelenggaraan pendidikan di suatu sekolah berpedoman kepada kurikulum yang berlaku di sekolah itu. Untuk sekolah-sekolah yang ada di negara kita, digunakan suatu jenis kurikulum yang berlaku secara nasional. Kurikulum itu disusun oleh pemerintah, dengan tujuan utama agar setiap warga negara dimana pun ia bersekolah, mempunyai kesempatan memperoleh pengalaman belajar yang sejenis. Oleh karena itu, menilik sosok kurikulum yang dijadikan panduan pelaksanaan pendidikan, kita dapat memperoleh kesan, bahwa keberadaan kurikulum adalah rencana tentang jenis pengalaman belajar yang diharapkan dapat diperoleh siswa selama mengikuti pendidikan di sekolah itu.
A. Sejarah dan Asal Usul Kurikulum
Dilihat dari sisi sejarah, istilah kurikulum (curriculum) adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Yunani. Pada awalnya istilah ini digunakan untuk dunia olahraga, yaitu berupa jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Pada masa Yunani dahulu kala istilah kurikulum digunakan untuk menunjukkan tahapan-tahapan yang dilalui atau ditempuh oleh seorang pelari dalam perlombaan lari estafet yang dikenal dalam dunia atletik. Dalam proses lebih lanjut istilah ini ternyata mengalami perkembangan, sehingga penggunaan istilah ini meluas dan merambah ke dunia pendidikan. Sejauh ini belum diketahui secara pasti kapan istilah kurikulum masuk ke dunia pendidikan. Demikian pula mengenai tokoh yang berkuasa pada masa itu yang berjasa dalam mengangkat istilah kurikulum ke dunia pendidikan, secara meyakinkan belum ditemukan dari sumber-sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Agaknya persoalan ini memerlukan penelitian sejarah kurikulum yang lebih mendalam untuk melihat lebih jauh mengenai sejarah peristilahan-peristilahan kurikulum yang dari awalnya telah berkembang pada masa Yunani (Athena).
B. Pengertian Kurikulum
Dari sisi etimologi, kata kurikulum (curriculum) terambil dari bahasa latin yang memiliki makna yang sama dengan kata racecourse (gelanggang perlombaan). Kata kurikulum dalam bentuk kata kerja yang dalam bahasa latin dikenal dengan istilah “curere” adalah mengandung arti menjalankan perlombaan. Dalam perlombaan tersebut, ada batas start dan ada batas finish. Dan dalam lapangan pendidikan pengertian tersebut dijabarkan bahwa bahan belajar sudah ditentukan secara pasti, dari mana mulai diajarkan dan kapan diakhiri, dan bagaimana cara untuk menguasai bahan agar dapat mencapai gelar.
Dilihat dari sudut terminology, pengertian kurikulum mencakup kedalam dua pengertian sebagaimana oleh S. Nasution dalam bukunya yang berjudul Asas-asas Kurikulum. Pengertian pertama disebut dengan pengertian tradisional dimana kurikulum didefenisikan sebagai sejumlah mata pelajaran atau bahan ajar yang harus dikuasai oleh murid atau diajarkan oleh guru untuk mencapai suatu tingkatan atau ijazah. Akan tetapi dalam pengertian kurikulum tradisional terdapat kelemahan-kelemahan yaitu pembelajaran hanya terfokus pada di dalam kelas, maka pakar-pakar pendidikan memunculkan pengertian kurikulum kedua yaitu kurikulum modern dimana kurikulum diartikan sebagai segala upaya sekolah untuk merangsang anak belajar apakah di ruangan kelas, di halaman dan di luar sekolah melalui manajemen dan perencanaan pendidikan.
Menurut Undang Undang RI no 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Banyak ahli kurikulum mengemukakan berbagai pengertian kurikulum dari berbagai sudut pandang, yaitu menurut Nengly dan Evaras mengemukakan bahwa kurikulum merupakan semua pengalaman yang direncanakan yang dilakukan oleh sekolah untuk menolong para siswa dalam mencapai hasil belajar kepada kemampuan siswa yang paling baik. Sedangkan menurut Inlow mengemukakan bahwa kurikulum adalah susunan rangkaian dari hasil belajar yang disengaja. Dan masih banyak lagi pengertian-pengertian kurikulum menurut ahli tapi belum sempat kami paparkan dalam makalah kami ini.
C. Konsep Kurikulum
Beberapa konsep kurikulum dapat dijadikan panduan untuk menentukan bentuk kurikulum mana yang akan dipilih dan kemudian disusun. Perbedaan konsep yang dipegang dapat menghasilkan perbedaan bentuk kurikulum itu sendiri.
1. Konsep Kurikulum Subyek Akademik
Kurikulum yang bertolak dari konsep ini memandang bahwa ilmu pengetahuan adalah hal yang mendominasi dalam keseluruhan proses pendidikan. Kurikulum yang menganut konsep ini memiliki kecenderungan untuk mengembangkan daya intelektual anak untuk menguasai ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan dianggap menjadi sumber kebenaran. Konsep kurikulum subyek akademik dapat dikelompokkan ke dalam dua konsep yang dikenal dengan konsep kurikulum perenialis dan konsep kurikulum esensialis. Konsep kurikulum perenialis bercita-cita mengembangkan daya intelektual anak untuk mencapai kebenaran-kebenaran yang bersifat universal sedangkan konsep kurikulum esensial bercita-cita untuk menanamkan kedisiplinan diri dan sumber kebenaran adalah agama karena dianggap mengajarkan nilai-nilai universal dan tidak dapat diubah-ubah.
2. Konsep Kurikulum Proses Pengembangan Kognitif
Konsep kurikulum ini sangat didominasi oleh pengembangan otak anak didik, kemampuan otak menjadi factor yang sangat mendominasi dalam keseluruhan proses pendidikan. Kurikulum ini mempunyai fungsi untuk membekali anak dengan cara-cara yang benar di dalam cara berfikir dibanding dari pada membekali anak dengan suatu ilmu, teknologi dan nilai-nilai yang masih harus mereka fikirkan. Oleh sebab itu, pelaksanaan kurikulum ini ditekankan pada pemenuhan kegiatan-kegiatan anak dengan system penemuan, penjelajahan, perumusan masalah, pemecahan masalah dan penyelenggaraan eksperiment-eksperiment yang berorientasi pada metode discovery.
3. Konsep Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Konsep kurikulum ini menekankan perhatiannya pada perbaikan-perbaikan nilai-nilai social. Berkaitan dengan itu sekolah harus diberi kebebasan untuk membangun nilai-nilai baru sebagai syarat mutlak yang menjadi target dari kurikulum. Di lain pihak, konsep kurikulum ini tidak menyukai hal-hal yang bersifat indoktrinatif, karena sifat yang demikian dianggap menghilangkan kebebasan anak didik untuk berpendapat, mengkritisi dan mengemukakan bantahan dalam proses pembelajaran.
4. Konsep Kurikulum Humanistik
Konsep kurikulum ini menekankan perhatian pada pembentukan kepribadian anak secara utuh. Kurikulum ini sangat mengakui hak-hak anak untuk belajar. Guru dituntut untuk berusaha membantu anak menemukan identitas dirinya sekaligus menetapkan system nilai yang diyakininya. Oleh karena itu, anak didik diberi hak untuk menentukan tujuan belajar yang ingin dicapainya. Akantetapi, dalam konsep ini guru hanya tahu apa yang diberikan kepada siswa, tetapi guru tidak menguasai/mengukur pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki siswa.
5. Konsep Kurikulum Teknologik
Konsep kurikulum ini menekankan pada peranan media yang sangat menentukan didalam kegiatan pembelajaran. Kurikulum ini menyajikan teori dan prinsip-prinsip pengetahuan yang menjadi landasan terhadap aplikasinya di lapangan belajar. Kurikulum teknologik mendorong pengembangan konsep guru yang bersifat pribadi orang menjadi benda-benda yang dirancang sebagai sumber belajar, antara lain computer, internet dan alat-alat tekonologi komunikasi lainnya.
D. Komponen Kurikulum
Komponen adalah bagian yang integral dan fungsional yang tidak terpisahkan dari suatu sistem kurikulum karena komponen itu sendiri mempunyai peranan dalam pembentukan sistem kurikulum. Komponen-komponen kurikulum dari suatu TK dapat diidentifikasi secara mudah dengan mengkaji buku atau dokumen kurikulum itu sendiri. Dan dalam pelaksanaan kurikulum biasanya selalu menuntut penyesuaian antara komponen dengan implementasinya. Adapaun komponen-komponen kurikulum pada prinsipnya terdiri dari empat macam komponen yaitu, tujuan, materi, metode dan evaluasi.
1. Komponen Tujuan
Komponen tujuan adalah komponen kurikulum yang menjadi target atau sasaran yang mesti dicapai dari melaksanakan suatu kurikulum, karena melalui tujuan, materi proses dan evaluasi dapat dikendalikan untuk kepentingan mencapai tujuan kurikulum. Dimana tujuan kurikulum dapat dispesifikasikan ke dalam tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus. Selain itu pencapaian komponen tujuan kurikulum berakibat langsung terhadap pencapaian tujuan-tujuan pendidikan selanjutnya.
2. Komponen Materi/Isi
Komponen materi adalah bahan-bahan kajian yang terdiri dari ilmu pengetahuan, nilai, pengalaman, dan keterampilan yang dikembangkan ke dalam proses pembelajaran guna mencapai komponen tujuan, oleh karena itu komponen tujuan dengan komponen materi atau dengan komponen-komponen yang lainnya haruslah dilihat dari sudut hubungan yang fungsional. Hubungan fungsional dalam konteks ini adalah hubungan yang didasarkan atas fungsi masing-masing komponen kurikulum, sehingga salah satu komponen tidak berfungsi maka dengan sendirinya mengakibatkan komponen yang lain menjadi tidak berfungsi.
3. Komponen Metode/Organisasi
Komponen metode dibagi atas dua bagian yaitu, komponen metode dalam pengertian luas dan sempit. Komponen metode dalam arti sempit yaitu berupa penggunaan salah satu cara dalam mengajar atau belajar. Sedangkan Komponen metode dalam pengertian luas adalah tidak hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga dipersoalkan mengenai bagaimana membangun nilai, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan diri anak. Dari komponen metode kurikulum dalam arti luas, juga dapat mencakup persoalan seperti cara penyampaian seorang guru, cara memimpin sekolah, cara karyawan bekerja dan cara lain yang saling terkait yang dilakukan oleh SDM sekolah atau oleh penguasa yang semuanya berpengaruh terhadap pembangunan nilai-nilai yang diajarkan guru kepada siswa. Komponen metode harus terjamin mutunya karena dari proses yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik dimana berfungsi untuk membuat siswa yang bermutu.
4. Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi adalah komponen kurikulum yang berfungsi untuk mengukur berhasil atau tidaknya pelaksanaan kurikulum. Memfungsikan evaluasi berarti melakukan seleksi terhadap siapa yang berhak untuk diluluskan dan siapa yang belum berhak diluluskan. Mengingat bahwa kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang sudah didesain dan dilaksanakan untuk mencapai target tertentu, maka evaluasi harus didasarkan atas pencapaian target kurikulum.
E. Azaz Azas Kurikulum
Kurikulum untuk lembaga pendidikan tertentu sudah ada, artinya telah disusun sebelumnya oleh para perencana kurikulum. Tugas para pelaksana pendidikan di sekolah seperti guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya tinggal melaksanakan, membina, dan dalam batas-batas tertentu mengembangkannya. Dalam melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok yaitu azaz-azaz kurikulum. Kelima azaz kurikulum tersebut adalah sebagai berikut :
1. Azaz Psikologi
Azaz Psikologi adalah azaz kurikulum yang didasarkan atas pertimbangan terhadap jiwa peserta didik. Azas psikologi berguna untuk menyesuaikan kurikulum dengan tingkat perkembangan jiwa peserta didik. Bertolak dari pandangan ini maka kurikulum tidak dapat diseragamkan, akan tetapi kurikulum harus disesuaikan menurut tingkatan usia peserta didik, mengingat usia merupakan salah satu tanda untuk mendapatkan tingkatan perkembangan dan daya tangkap/daya serap siswa. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa ahli-ahli psikologi perlu dilibatkan dalam penyusunan dan pengembangan materi kurikulum, disamping mereka yang ahli dalam ilmu tertentu dan ahli kurikulum.
2. Azaz Sosiologi
Azas sosiologi adalah azas kurikulum yang didasarkan atas kepentingan-kepentingan masyarakat. Jika kurikulum tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat, maka kurikulum kehilangan ruhnya. Adapun manfaat utama dari azas sosiologis adalah tentu agar kurikulum dapat selalu direlevansikan dengan kebutuhan masyarakat, hal ini penting disadari agar isi kurikulum yang terdiri dari bahan-bahan kajian senantiasa diperhatikan relevansinya untuk menjawab tuntunan-tuntunan masyarakat. Dengan demikian kurikulum dan masyarakat merupakan dua sisi yang saling ketergantungan yang tinggi.
3. Azaz Filosofis
Azaz filosofis adalah azas kurikulum yang didasarkan pada pandangan-pandangan hidup, apakah pandangan hidup sebagai suatu bangsa, atau sebagai suatu masyarakat, atau sebagai agama yang dianut. Azas filosofis ini memberi arah terhadap pengembangan kurikulum sehingga didalam proses pengembangannya tidak bertentangan dengan dasar-dasar pandangan hidup yang menjadi landasannya. Karena itu kurikulum dengan azas filosofis memiliki hubungan integral karena tanpa azas filosofis kurikulum dapat menghilangkan arah dan sasaran kurikulum. Adapun manfaat yang sangat penting dari azas filosofis terhadap kurikulum adalah bahwa azas filosofis menjadi dasar bagi kurikulum untuk merumuskan tujuan-tujuan pendidikan dimana azas filosofis dengan tujuan pendidikan ibarat dua sisi mata uang yang saling tidak terpisahkan. Jika tujuan-tujuan ini diabaikan maka dengan sendirinya azas-azas pandangan hidup yang merupakan cita-cita dan ideologi suatu bangsa, atau masyarakat ataupun agama menjadi tidak dapat dicapai.
4. Azaz Teknologi
Ilmu pengetahuan dan teknologi satu sama lain tidak dapat dipisahkan sebab ilmu pengetahuan yang hanya sebagai ilmu untuk bahan bacaan tanpa dipraktikan untuk kepentingan umat manusia hanyalah suatu teori yang mati, sebaliknya praktik yang tanpa didasari oleh ilmu pengetahuan hasilnya akan sia-sia. Dalam hubungannya dalam pembuatan kurikulum, para pembuat kurikulum perlu menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
5. Azaz Organisatoris
Azas organisatoris kurikulum adalah azas kurikulum yang mempertimbangkan tentang bagaimana menyajikan setiap mata pelajaran yang dapat dianggap lebih mudah untuk dicerna oleh peserta didik dan lebih memberikan pengetahuan yang komprehensif. Berkaitan dengan organisasi kurikulum ini perlu dipahami relevansinya dengan penyajian setiap mata pelajaran, sehingga mata pelajaran tersebut dapat mendorong siswa untuk melahirkan cara berpikir yang lebih dapat untuk melahirkan kecerdasan-kecerdasan siswa. Hal inilah yang sering diabaikan oleh mereka yang kurang memahami makna azas organisasi kurikulum.
F. Organisasi Kurikulum
Pada dasarnya organisasi kurikulum terdiri dari tiga macam yaitu:
1. Subject Centered Curriculum
Organisasi kurikulum ini menyajikan setiap mata pelajaran terpisah dari mata pelajaran-mata pelajaran lain. Organisasi kurikulum ini disebut sebagai organisasi yang paling tua yang dalam istilah lain sering disebut dengan istilah “subject motter curriculum” organisasi kurikulum ini sangat sesuai untuk mengembangkan spesialisasi keilmuan, akan tetapi kurang sesuai untuk diterapkan di dalam penyelesaian persoalan-persoalan yang berkembang pada masa kekinian.
2. Coreleted Curriculum
Organisasi ini melakukan upaya-upaya untuk mengait-ngaitkan setiap mata pelajaran yang merupakan isi kurikulum dengan mata pelajaran-mata pelajaran yang lain, khususnya untuk mata pelajaran-mata pelajaran yang berada dalam satu rumpun. Sasaran pokoknya bukan untuk melahirkan spesialisasi pada mata pelajaran akan tetapi sudah difokuskan kepada penguasaan persoalan-persoalan yang berkembang pada masyarakat. Dengan demikian organisasi correlated curiculum dapat dikatakan telah menggunakan pendekatan interdisiplin ilmu.
3. Integrated Curriculum
Dalam istilah lain juga disebut dengan istilah kurikulum terpadu. Keterpaduan yang dimaksud adalah keterpaduan ilmu yang menunjukkan semua mata pelajaran disajikan dalam bentuk yang terpadu (satu kesatuan). Organisasi ini menghilangkan batas-batas keilmuan sehingga di dalam implementasinya difokuskan pada pembelajan unit dengan pendekatan multi disipliner.
G. Prinsip Pengembangan Kurikulum
Kurikulum dikembangkan dengan menganut prinsip-prinsip tertentu Prinsip yang dianut di dalam pengembangan merupakan kaidah yang menjiwai kurikulum itu. Pengembangan kurikulum dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang di dalam kehidupan sehari-hari atau menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru, sebab itu selalu mungkin terjadi, suatu kurikulum dapat menggunakan prinsip-prinsip yang berbeda dari yang digunakan oleh kurikulum lainnya. Berikut ini beberapa prinsip pengembangan kurikulum berikut dengan implikasinya.
1. Prinsip berorientasi pada tujuan, implikasinya adalah mengusahakan agar seluruh kegiatan kurikuler terarah untuk pencapaian tujuan pendidikan yang telah dirumuskan sebelumnya.
2. Prinsip relevansi, implikasinya adalah mengusahakan pengembangan kurikulum sedemikin rupa sehingga tamatan pendidikan dengan kurikulum itu dapat memenuhi jenis dan mutu tenaga kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat.
3. Prinsip efisiensi, implikasinya adalah mengusahakan agar kegiatan kurikuler mendayagunakan waktu, tenaga, biaya, dan sumber-sumber lain secara cermat dan tepat guna atau sasaran, sehingga hasil-hasil kegiatan kurikuler itu memadai dan memenuhi harapan.
4. Prinsip efektifitas, implikasinya adalah mengusahakan agar setiap kegiatan kurikuler membuahkan hasil atau (mencapai tujuan pendidikan) tanpa ada kegiatan-kegiatan yang dinilai pencapaian mubazir karena tidak sesuai/tidak memberikan kontribusi terhadap tujuan tersebut.
5. Prinsip fleksibilitas, implikasinya adalah mengusahakan agar kegiatan kurikuler bersifat luwes, mampu disesuaikan dan beradaptasi dengan situasi, kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang meskipun tidak melakukan perombakan terhadap tujuan pendidikan yang mesti dicapai.
6. Prinsip integritas, implikasinya adalah mengusahakan agar pendidikan dengan suatu kurikukulum yang digunakan dapat menghasilkan manusia seutuhnya, dengan mengembangkan berbagai kegiatan kurikuler untuk berbagai kegiatan kurikuler untuk dijabarkan sebagai jawaban terhadap pengembangan komponen-komponen kurikulum yang dijabarkan sebagai jawaban terhadap pengembangan komponen-komponen kurikulum yang ditetapakan.
7. Prinsip kontinuitas, implikasinya adalah mengusahakan agar setiap kegiatan kurikuler merupakan bagian yang selalu berkesinambungan dengan kegiatan-kegiatan kurikuler lainnya, baik dalam hubungan yang bersifat vertikal (berjenjang keatas) maupun daalam hubungan yang bersifat horizontal (berkelanjutan ke samping).
8. Prinsip sinkronisasi, implikasinya adalah mengusahakan agar seluruh kegiatan kurikule seirama, searah dan setujuan. Jangan sampai terjadi suatu kegiatan kurikuler saling menghambat atau berlawanan atau mematikan kegiatan kurikuler lain.
9. Prinsip obyektivitas, implikasinya adalah mengusahakan agar semua kegiatan kurikuler dilakukan dengan mengikuti tatanan kebenaran ilmiah dengan mengesampingkan pengaruh-pengaruh emosional dan irasional.
10. Prinsip demokratis, implikasinya adalah mengusahakan agar di dalam penyelenggaraan pendidikan menggambarkan pelaksanaan kurikulum yang dikelola secara demokratis bukan otoriter sehingga memberikan peluang untuk toleransi dalam pelaksanaan kurikulum.
H. Model Pengembangan Kurikulum
Model adalah kontruksi yang bersifat teoretis dari konsep. Menurut Robert S. Zain dalam bukunya, Curriculum Principle and Foundation, sebagai model dalam pengembangan kurikulum secara garis besar diutarakan sebagai berikut,
1. Model Administratif
Model administratif diistilahkan juga model garis staf atau top down, dari atas ke bawah.
Pengembangan kurikulum dilaksanakan sebagai berikut:
a. Atasan membentuk tim yang terdiri atas para pejabat teras yang berwenang (pengawas pendidikan, Kepsek, dan pengajar inti).
b. Tim merencanakan konsep rumusan tujuan umum dan rumusan falsafah yang diikuti.
c. Dibentuk beberapa kelompok kerja yang anggotanya terdiri atas para spesialis kurikulum dan staf pengajar yang berrtugas untuk merumuskan tujuan khusus, GBHN, dan kegiatan belajar.
d. Hasil kerja dari butir 3 direvisi oleh tim atas dasar pengalaman atau hasil dari try out.
e. Setelah try out yang dilakukan oleh beberapa kepala sekolah, dan telah direvisi seperlunya, baru kurikulum tersebut diimplementasikan.
2. Model Dari Bawah (Grass Roats)
Langkah-langkahnya:
a. Inisiatif pengembangan datangnya dari bawah (para pengajar)
b. Tim pengajar dari beberapa sekolah ditambah nara sumber lain dari orang tua peserta didik atau masyarakat luas yang relevan.
c. Pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan.
d. Untuk pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintisnya diadakan lokakarya untuk mencari input yang diperlukan.
3. Model Demonstrasi
Langkah-langkahnya:
a. Staf pengajar pada suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan ternyata hasilnya dinilai baik.
b. Kemudian hasilnya disebarluaskan di sekolah sekitar.
4. Model Beaucham
Model ini dikembangkan oleh G.A. Beauchamp (1964).
Langkah-langkahnya:
a. Suatu gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas, diperluas di sekolah, disebarkan di sekolah-sekolah di daerah tertentu baik berskala regional maupun nasional yang disebut arena.
b. Menunjuk tim pengembang yang terdiri atas ahli kurikulum, para ekspert, staf pengajar, petugas bimbingan, dan nara sumber lain.
c. Tim menyusun tujuan pengajaran, materi, dan pelaksanaan proses belajar mengajar.
d. Melaksanakan kurikulum di sekolah.
e. Mengevaluasi kurikulum yang berlaku.
5. Model Terbalik Hilda Taba
Langkah-langkahnya;
a. Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi, menemukan penilaian, memperhatikan antara luas dan dalamnya bahan, kemudian disusunlah suatu unit kurikulum.
b. Mengadakan try out.
c. Mengadakan revisi atas dasar try out.
d. Menyusun kerangka kerja teori.
e. Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan.
6. Model Hubungan Interpersonal Dari Rogers
Langkah-langkah sebagai berikut:
a. Diadakannya kelompok untuk dapatnya hubugan interpersonal di tempat yang tidak sibuk.
b. Kurang lebih dalam satu minggu para peserta mengadakan saling tukar pengalaman, di bawah pimpinan staf pengajar.
c. Kemudian diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas lagi dalam satu sekolah, sehingga hubungan interpersonal akan menjadi lebih sempurna. Yaitu hubungan antara guru dengan guru, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik dalam suasana akrab.
d. Selanjutnya pertemuan diadakan dengan mengikutsertakan anggota yang lebih luas lagi, yaitu dengan mengikutsertakan para pengawas administrasi dan orang tua peserta didik.
7. Model Action Research yang Sitematis
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Dirasa adanya problem proses belajar mengajar di sekolah yang perlu diteliti.
b. Mencari sebab-sebab terjadinya problem dan sekaligus dicari pemecahannya. Kemudian menentukan putusan apa yang perlu diambil sehubungan dengan masalah yang timbul tersebut.
c. Melaksanakan putusan yang telah diambil.
2.2 Evaluasi
A. Konsep Dasar Evaluasi
1. Pengertian
Istilah evaluasi berasal dari bahasa inggris yaitu “evaluaiton” istilah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah “Penilaian”. Evaluasi merupakan bahwa sebelum mengambil keputusan perlu dilakukan beberapa kegiatan terlebih dahulu, kegiatan itu diantaranya : membandingkan diantara suatu obyek dengan suatu kriteria ukuran tertentu, baru kemudian setelah obyek tersebut dibandingkan maka dibuat suatu keputusan
2. Kedudukan Evaluasi Dalam Pendidikan
Pelaksanaan kegiatan pendidikan sangat memerlukan adanya kegiatan evaluasi. Kegiatan evaluasi itu digunakan pada setiap komponen yang ada dalam proses pendidikan. Penilaian yang dilakukan guru terhadap siswa tidak hanya bermanfaat untuk mengetahui tercapai/ tidak tujuan instruksional bagi siswa, tetapi juga sebagai umpan balik bagi upaya memperbaiki PBM
3. Syarat-Syarat Umum Evaluasi
a. Kesahihan (validitas) → sebuah tes dikatakan valid apabila tes itu dapat mengukur secara tepat apa yang hendak diukur.
Jenis-jenis validitas :
1.) Validitas Isi → apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan.
2.) Validitas konstruksi → apabila butir-butir soal yang dibangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir.
3.) Validitas ada sekarang → jika hasilnya sesuai dengan pengalaman.
4.) Validitas prediksi → apabila tes mempunyai kemmapuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi di masa akan datang.
b. Keterandalan → apabila mempunyai sifat dapat dipercaya, metode yang digunakan dalam tes ini :
1.) Metode bentuk paralel → metode pengukuran setara, kelemahannya pengetes pekerjaannya berat, karena harus menyusun dua seri tes dan membutuhkan waktu lama untuk melaksanakan dua kali tes.
2.) Metode tes ulang → untuk menghindari dua seri tes
3.) Metode belah dua → menggunakan sebuah tes dan dicobakan satu kali yaitu dengan membagi dua tes dan hasilnya dikorelasikan.
c. Kepraktisan → mudah dlaksankan, mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi dengna petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan/ diawasi oleh orang lain.
d. Objektif (objektivitas)
1.) Bentuk tes → tes objektif dapat berbeda apabila dinilai oleh dua orang penillai.
2.) Penilai → penilai akan dapat masuk secara agak leluasa terutama dalam tes bentuk uraian.
B. Evaluasi Pembelajaran
→ merupakan suatu proses untuk menentukan jasa, nilai atau manfaat kegiatan pembelajaran melalui kegiatan penilaian dan pengukuran.
1. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Pembelajaran
a. Untuk pengembangan
b. Untuk akreditasi
2. Sasaran
a. Tujuan pembelajaran → sasaran evaluasi pembelajarna yang perlu diperhatikan, karena semua unsur pembelajarna yang lain selalu bermula dan bermuara pada tujuan pengajaran.
b. Unsur dinamis pembelajaran → sumber belajar atau komponen sistem instruksional yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
c. Pelaksanaan pembelajaran
1.) Kesesuaian pesan dengan tujuan pengajaran.
2.) Kesesuaian sekuensi penyajian pesan kepada siswa.
3.) Kesesuaian bahan dan alat dengan pesan dan tujuan pengajaran.
4.) Kemampuan guru menggunakan bahan dan alat dalam pembelajaran.
5.) Kemampuan guru menggunakan teknik pembelajaran.
6.) Kesesuaian teknik pembelajaran dengan pesan dan tujuan pengajaran.
7.) Interaksi siswa dengan siswa lain.
8.) Interaksi guru dengan siswa.
d. Kurikulum
1.) Tersedianya dan sekaligus kelengkapan komponen kurikulum.
2.) Pemahaman terhadap prinsip-prinsip pengembangan dan pelaksanaan kurikulum.
3.) Pemahaman terhadap tujuan kelembagaan.
4.) Pemahaman terhadap struktur program kuirkulum pemahaman terhadap GBPP.
5.) Pemahaman terhadap teknik pembelajaran.
6.) Pemahaman terhadap sistem evaluasi.
7.) Pemahaman terhadap pembinaan guru.
8.) Pemahaman terhadap bimbingan siswa.
3. Prosedur
a. Penyusunan rancangan.
b. Penyusunan instrument.
c. Pengumpulan data (wawancara, kuesioner, pengamatan, studi kasus).
d. Analisis data.
e. Penyusunan laporan.
C. Evaluasi Hasil Belajar
Merupakan proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu.
1. Tujuan dan Fungsi
a. Untuk mengetahuai kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa.
b. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran.
c. Untuk keperluan BK.
d. Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum informasi.
2. Sasaran/ ranah Evaluasi Hasil Belajar
Merupakan kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.
Ranah kognitif merupakan hasil belajar yang bersifat intelektual hasil belajar yang besifat intelektuan atua penguasaan pengetahuan yang terdiri atas enam aspek yang memiliki tingkat kesulitan yang berjenjang dari yang paling rendah sampai paling tinggi.
Ranah afektif berkenan dengan sikap yang terdiri atas lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi penilaian, organisasi dan internalisasi
Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.
3. Prinsip-prinsip
a. Dalam menilai hasil belajar hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas abilitas yang akan dinilai, materi penilaian, alat penilaian dan interprestasi penilaian.
b. Penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dari proses belajar mengajar.
c. Penilaian hendaklah menggunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif.
d. Penilaian hasil belajar hendaklah diikuti dengan tindak lanjutnya.
4. Bentuk dan Alat
a. Tes.
b. Non tes (skala bertingkat, kuesioner, wawancara, pengamatan dan sosiometri).
5. Prosedur evaluasi hasil belajar
a. Perencanaan evaluasi
1.) Menetapkan tujuan evaluasi, yang tujuan evaluasi ditetapkan berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam suatu program.
2.) Menetapkan aspek-aspek yang harus dinilai.
3.) Menentukan metode evaluasi ata alat evlauasi yang sesuai untuk mengukur aspek yang akan dinilai.
4.) Memilih dan menyusun alat-alat evaluasi yang akan dipergunakan.
5.) Menentukan kriteria yang akan digunakan untuk menilai.
6.) Menetapkan frekuensi evaluasi.
b. Pengumpulan data
c. Penggunaan hasil-hasil evaluasi
6. Pelaporan dan Penggunaannya
Penilaian proses belajar mengajar sangat bermanfaat bagi guru, siswa dan kepala skolah untuk mengetahuai kelebihan dan kekurangan yang masih dimilikidalam menjalankan tugasnya masing-masing. Guru akan mengetahui kemampuan dirinya sebagai pengajar, sehingga ia dapat memperbaiki dan menyempurnakan kekurangannya dan mempertahankan atau meningkatkan kelebihannya.
2.3 Jenis-Jenis Alat Pendidikan
A.Pengertian Alat Pendidikan
Dalam praktek pendidikan, istilah alat pendidikan sering diindentikkan dengan media pendidikan, walaupun sebenarnya pengertian alat lebih luas dari pada media. Namun yang dimaksud disini adalah alat pendidikan bukan media pendidikan.
Alat pendidikan adalah langkah-langkah yang diambil demi kelancaran proses pelaksanaan pendidikan . jadi alat pendidikan itu berupa usaha dan perbuatan yang secara konkrit dan tegas dilaksanakan, guna menjaga agar proses pendidikan bisa berjalan dengan lancar dan berhasil . Namun secara umum, alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sementara itu, Ahmad D. Marimba memandang alat pendidikan dari aspek fungsinya, yakni ; alat sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan, alat sebagai tujuan untuk mencapai tujuan selanjutnya. menurut pendapat ini, alat pendidikan bisa berupa usaha/perbuatan atau berupa benda/perlengkapan yang bisa memperlancar mempermudah pencapaian tujuan pendidikan.
B.Jenis-Jenis Alat Pendidikan
Mengenai alat-alat pendidikan, kita dapat membedakan alat-alat pendidikan ke dalam dua golongan yaitu:
1.Alat pendidikan preventif
Alat pendidikan preventif ialah alat pendidikan yang bersifat pencegahan. Tujuan alat pendidikan preventif itu diadakan jika maksudnya mencegah anak sebelum ia berbuat sesuatu yang tidak baik . Dan untuk menjaga agar hal-hal yang dapat menghambat atau mengganggu kelancaran dari proses pendidikan bisa dihindarkan. Misalnya, tata tertib, anjurandanperintah,larangandanpaksaan.
2.Alat pendidikan represif
Alat pendidikan represif disebut juga alat pendidikan kuratif atau alat pendidikan korektif. Alat pendidikan represif bertujuan untuk menyadarkan anak kembali kepada hal-hal yang benar, yang baik dan tertib. Alat pendidikan represif diadakan bila terjadi sesuatu perbuatan yang dianggap bertentangan dengan peraturan-peraturan, atau sesuatu perbuatan yang dianggap melanggar peraturan. Misalnya, pemberitahuan, teguran, hukuman dan ganjaran. .
Namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa alat pendidikan dibagi ke dalam tiga bagian.
1. Alat-alat yang memberikan perlengkapan berupa kecakapan berbuat dan pengetahuan hafalan. Alat-alat ini dapa disebut alat-alat untuk pembiasaan.
2. Alat-alat untuk memberi pengertian; membentuk sikap, minat dan cara-cara berfikir.
3. Alat-alat yang membawa ke arah keheningan batin, kepercayaan dan pengarahan diri sepenuhnya kepada-nya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat diambil kesimpulan:
Ø Kurikulum berasal dari bahasa yunani yang awalnya digunakan dalam dunia olah raga yaitu berupa jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari, yang kemudian meluas dan merambah dalam dunia pendidikan.
Ø Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Ø Ada lima konsep kurikulum, yaitu: Konsep kurikulum obyek akademik, konsep kurikulum proses pengembangan kognitif.
Ø Pada prinsipnya kurikulum terdiri dari empat macam komponen yaitu, tujuan, materi, metode dan evaluasi.
Ø Dalam melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum tidak boleh bertentangan dengan lima azaz-azaz kurikulum, yaitu: Azaz psikologi, azaz sosiologi, azaz filosofis, azaz teknologi, dan azaz organisatoris.
Ø Organisasi kurikulum terdiri dari tiga macam, yaitu: Subject Centered Curriculum, Coreleted Curriculum, dan Integrated Curriculum.
Ø Sepuluh prinsip pengembangan kurikulum: Prinsip berorientasi pada tujuan, prinsip relevansi, prinsip efisiensi, prinsip efektifitas, prinsip fleksibilitas, prinsip integritas, prinsip kontinuitas, prinsip sinkronisasi, prinsip obyektifitas, dan prinsip demokratis.
Ø Tujuh model pengembangan kurikulum: model administrative, model dari bawah, model demonstrasi, model beaucham, model terbalik hilda taba, model hubungan interpersonal dari rogers, model action research yang sistematis.
Ø Evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “evaluation” yang berarti penilaian.
Ø Pelaksanaan kegiatan pendidikan sangat memerlukan adanya kegiatan evaluasi.
Ø Empat syarat evaluasi: Kesahihan (validitas), keterandalan, kepraktisan, dan objektif (objektivitas).
Ø Evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses untuk menentukan jasa, nilai atau manfaat kegiatan pembelajaran melalui kegiatan penilaian dan pengukuran.
Ø Evaluasi hasil belajar merupakan proses pemberikan nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu.
Ø Alat pendidikan adalah langkah-langkah yang diambil demi kelancaran proses pelaksanaan pendidikan. jadi alat pendidikan itu berupa usaha dan perbuatan yang secara konkrit dan tegas dilaksanakan, guna menjaga agar proses pendidikan bisa berjalan dengan lancar dan berhasil. Namun secara umum, alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Ø Alat-alat pendidikan dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: Alat pendidikan preventif,dan alat pendidikan represif.
3.2 Saran
Adapun beberapa saran yang dapat kami sampaikan yaitu:
Ø Agar para pembaca bisa mempelajari makalah yang kami buat dan mengerti isi serta ruang lingkupnya sehingga dapat diambil pelajaran dan diterapkan dalam proses pendidikan.
Ø Semoga para pembaca dapat mengkaji dengan baik dan bisa melengkapi kekurangan makalah yang kami susun.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Daien Indrakusuma. Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional.
Ahmad D. Marimba. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : Al-Ma’arif, 1987
Kosim. Moh. Buku Ajar Pengantar Pendidikan, STAIN Pamekasan Press, 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar